Kamis, 15 April 2010

Multiple Intelligences

Aku pernah merasa ngga pede. Anakku yang pertama ngga pernah jadi juara kelas (sekarang dia sudah kelas 4), males ngerjain PR, nilai ulangannya pas-pasan (sebagian bahkan ada yang kurang). Beda dengan anak tetangga yang selalu dapat rangking 1.
Meskipun begitu, sebenarnya aku merasa bahwa dia anak yang cerdas. Dia selalu ingin tahu, kadang-kadang suka pamer kalau dia punya pengetahuan baru. Pernah suatu sore dia nanya, " Bu, tau ngga vespa itu asalnya dari mana?","Emang dari mana?" tanyaku, "dari India", katanya. "Aa tau dari mana?" tanyaku lagi, "dari Pak guru" katanya. Itulah, anak ku yang satu itu. Selalu ingin tahu pengetahuan umum, tapi males kalo disuruh belajar untuk ulangan.
Beberapa hari ini, semangatku untuk mengeksplorasi kepandaiannya dan adik-adiknya sedang tinggi. Aku baru saja 'menemukan' buku "Kamu lebih cerdas dari yang kamu kira" karya Thomas Amstrong (terjemahan). Bukunya kudapatkan di toko buku Kharisma, Superindo Kali Malang Jaktim.
Buku ini menjelaskan, bahwa nilai IQ tidak dapat menjelaskan potensi seseorang secara maksimal. Kemampuan seseorang tidak dapat digambarkan hanya dengan menguji kemampuan matematika, bahasa dan logika saja. Tetapi ada beberapa kemampuan yang dimiliki seseorang dalam porsi yang berbeda-beda. Itulah yang disebut multiple intelligences olah penemunya Dr. Howard Gardner pada tahun 1983. Kecerdasan/intelligence itu terdiri dari :
Kecerdasan bahasa/kata-kata--Linguistic intelligence ("word smart"):
Kecerdasan logika/matematik--Logical-mathematical intelligence ("number/reasoning smart")
Kecerdasan ruang/spatial--Spatial intelligence ("picture smart")
Kecerdasan kinestetik/tubuh--Bodily-Kinesthetic intelligence ("body smart")
Kecerdasan bermusik--Musical intelligence ("music smart")
Kecerdasan interpersonal--Interpersonal intelligence ("people smart")
Kecerdasan diri sendiri--Intrapersonal intelligence ("self smart")
Kecerdasan terhadap alam--Naturalist intelligence ("nature smart")

Aku sedang mengekplorasi, kecerdasan apa yang paling dominan yang dimiliki anak-anakku. Dengan mengetahui itu, aku berharap akan dapat mengarahkan potensi yang mereka miliki. Sehingga nantinya aku akan berkata dengan PeDe nya, bahwa anakku cerdas dalam satu bidang tertentu. Let's see

Membina Keluarga dan Lingkungan yang Islami

Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim : 6)
Pengakuan seorang muslim harus menjadikan seluruh kehidupannya dikendalikan sesuai dengan islam. Jika demikian maka mengharuskan kita menjadi seorang pribadi muslim dalam akidah, ibadah, maupun akhlak dan mewajibkan pula kita berjuang agar masyarakat di sekitar kita juga menjadi masyarakat muslim.
Tidaklah cukup hanya kita saja yang menjadi muslim seorang tanpa memperdulikan orang-orang yang ada di sekitar kita. Salah satu pengaruh yang di tumbuhkan oleh islam adalah sikap
memperhatikan orang lain, mengajak mereka, menasehati mereka dan memiliki sikap membela
terhadap mereka.
Hal ini sebagai pelaksanaan dari Sabda Rasul SAW : “Barangsiapa bermalam sedangkan ia tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan dari bagian mereka”. Dari sinilah akan muncul tanggung jawab, yaitu tanggung jawab untuk membangun masyarakat muslim dan
tanggung jawab menyampaikan risalah islam kepada masyarakat.
Demikian pula halnya dengan perkataan Ali bin Abi Tholib dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhum yang menyatakan : “Berikan pendidikan, ajarilah dengan ketaatan kepada Allah, serta takutlah dari kemaksiatan. Didiklah anggota keluargamu dengan dzikir yang akan menyelamatkan dari api neraka” ( Ibnu Katsir & At Tabari).
Langkah awal dalam membangun masyarakat islami merupakan langkah alami yaitu hendaklah
rumah tangga kita menjadi rumah tangga yang muslim terlebih dahulu. Sehingga selogan ini
akan menjadi azam bagi kita “Saya harus membawa risalah Islam kepada masyarakat kecilku,
kepada keluargaku, kepada istriku, kepada anak-anakku, kemudian kepada kerabat dekatku,
kemudian yang terdekat”. Itulah jalan yang di tempuh oleh Rasul SAW pada saat memulai
dakwah.
Karena itu, tugas pertama bagi seorang muslim setelah dirinya sendiri adalah bertanggung jawab terhadap keluarga, rumah tangga dan anak-anaknya, sesuai firman Allah dalam QS. At Tahrim:6. Demikian pula hadits yang berkaitan dengan tanggung jawab keluarga muslim: “Ketahuilah bahwa kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin di antara manusia dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga serta anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka. Budak/ pembantu adalah pemimpin dari harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang tentang kepemimpinannya”(HSR Bukhari)
Berikut ini adalah beberapa tanggung jawab yang perlu dilakukan dalam sebuah keluarga muslim untuk membentuk lingkungan yang islami:
1. Tanggung Jawab dalam Pernikahan
- Hal pertama yang perlu dilakukan dalam membentuk keluarga muslim adalah mencari pasangan yang memiliki ketaatan kepada Allah dan Rasulnya
- Selanjutnya, masing-masing pasangan harus saling menghargai dan saling percaya sebagai pelaksanaan sabda Rasul SAW : "Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik kepada istrinya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap istriku". HR. Ibnu Majah dan Hakim.
Juga sabdanya : "Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik
akhlaknya dan paling lembut kepada istrinya".
2. Tanggung Jawab Bersama Dalam Mendidik Anak
Hal yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan keluarga muslim adalah mendidik anak-anak yang akan menjadi hamba-hamba yang taat kepada Rabbnya. Kesuksesan dalam mendidik anak ini sangat dipengaruhi oleh, pemilihan istri yang shalehah yang terjun dalam kegiatan keislaman dan lebih berperan besar dalam mendidik anak. Namun, peran suami dalam mendukung dan bekerja sama untuk mendidik anak-anak yang sholeh juga tidak kalah pentingnya. Kita bisa belajar bagaimana Luqman (dalam QS Luqman) mengambil porsi pembentukan akhlaq putranya dengan menanamkan konsep pendidikan yang lebih integral.
Maka tidak salah banyak doa yang dipanjatkan untuk mendapatkan lingkungn keluarga yang sakinah : "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa".
3. Tanggung jawab dalam membentuk lingkungan yang Islami.
Tanggung jawab seorang muslim belum berhenti hanya pada pembentukan keluarga yang islami. Keluarga yang telah terbentuk akan mudah terkontaminasi dengan virus-virus yang muncul dari lingkungan sekitar, baik itu lingkungan rumah tempat anak-anak bermain, maupun lingkungan sekolah tempat anak-anak belajar.
Oleh karena itu, keluarga muslim juga memiliki tanggung jawab untuk mencarikan lingkungan yang baik bagi anak-anak mereka, dan atau membentuk lingkungan islami di sekitar mereka.
Pembentukan lingkungan yang islami ini serupa dengan membentuk keluarga islami, dimana orang tua mendidik anak-anaknya untuk berperilaku baik. Orangtua juga memiliki kewajiban untuk mengarahkan anak-anak tetangga, yang notabene adalah teman bermain anak-anaknya untuk juga berperilaku Islami. Sehingga orangtua akan merasa nyaman membiarkan anak-anaknya bermain dengan teman-teman disekitarnya.

Semoga hal ini dapat membuat kita sebagai orang tua dapat mulai membentuk diri, keluarga dan lingkungan yang islami.

diambil (disertai penambahan) dari : Membina Diri, Keluarga dan Rumah Tangga
Oleh : Ferry Swandayana (http://web.ipb.ac.id/~kajianislam/pdf/membinadiri.pdf)