Senin, 10 April 2017

Tips wawancara Australia Awards

Nampaknya saya perlu membagi pengalaman sebagai orang yang pernah gagal dalam wawancara JST PhD ADS dan akhirnya lolos beasiswa AAS pada tahun berikutnya:
Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang akan mempersiapkan wawancara JST AAS tahun ini.

Hal yang perlu dipersiapkan (selain usia, lulus S1 & S2) adalah kemampuan Bahasa Inggris (saat ini persyaratan untuk PhD nilai IELTS nya 6 ya?) dan proposal riset yang memadai untuk jenjang S3. Satu lagi hal yang tak kalah pentingnya adalah 'mental'.

Menurut saya, alasan saya tidak lolos JST tahun 2013 adalah karena dasar teori saya belum cukup kuat saat itu. Meskipun tema yang saya usung sudah cukup menarik bagi para interviewer, namun saya belum bisa menempatkan ide saya itu ke dalam khazanah ilmu yang sudah ada. Ditambah lagi, saat itu saya benar-benar nervous, sehingga bahkan saat ditanya tentang buku yang pernah saya baca pun.... Judul buku & nama pengarangnya menguap begitu saja.

Pada wawancara JST tahun 2014, saya sudah memperbaiki proposal saya. Saya tidak mengubah tema, namun saya mengubah pendekatan (appoach)nya, dan tidak lupa menempatkan proposal riset saya diantara riset-riset sebelumnya. 

Namun, tahukah anda? Nampaknya poin yang paling penting dalam wawancara ini adalah : Saya sudah lebih menyiapkan mental saya. Saat itu saya berprinsip 'Nothing to lose'.
(Karena saya sudah gagal wawancara tahun sebelumnya & gagal wawancara LPDP,  membuat saya dicap sebagai orang yang selalu gagal wawancara, he he he.) Ok, itu menurut saya.


Setelah saya diterima AAS, saya pernah ngobrol dengan salah satu pewawancara saya, yang kebetulan menjadi pengajar PhD Ext kami selama 2 minggu. Menurutnya, untuk dapat dipanggil wawancara JST, seseorang harus punya topik yang menarik. Jika ada 2 orang yang memiliki topik serupa & sama menariknya, maka akan dilihat siapa yang memiliki IPK & kemampuan bahasa inggris yang lebih tinggi.

Topik yang dianggap menarik adalah topik yang tidak hanya menarik untuk orang Indonesia, tapi juga untuk orang Australia. AAS berharap, topik itu dapat dipelajari di Australia dan dapat diimplementasikan di Indonesia. 
Saya ingat sekali, seorang official AAS yang pernah hadir saat wawancara saya tahun 2013, menunjuk saya di kelas Phd Ext, "saya ingat wawancara kamu tahun lalu tentang sumber daya air. Kami tertarik dengan tema seperti itu, karena itu adalah masalah di Australia dan masalah juga di Indonesia". 

Well, ternyata saat itu saya berada pada topik yang benar, namun masih perlu mengupgrade cara saya mempresentasikan topik itu.
Ok, itu saja dulu. Semoga sharing ini dapat bermanfaat bagi para pemburu beasiswa. Salam.