Kamis, 25 Oktober 2018

Tips untuk mempersiapkan program Doktoral (di luar negeri)

Menjadi mahasiswa doktoral bukanlah sebuah profesi yang bisa dijalani semua orang, bahkan bagi seorang yang pintar sekalipun. Banyak mahasiswa yang berprestasi di jenjang S1 atau S2 tapi tidak melanjutkan ke jenjang S3, and that's very OK ....
Hal yang paling dibutuhkan seorang PhD student adalah kecintaan pada bidang ilmu yang diambil dan ketekunan (persistensi) dalam bekerja. Kalau mau pengalaman saya sebagai contoh, saya ngga pinter-pinter amat, ngga pernah jadi juara umum di sekolah, dan pernah mendapat IPK kurang dari 2 di IPB. Tapi ridho Allah membawa saya ke gerbong ini.
--- Ada tulisan di FB tentang tujuan sesungguhnya (atau seharusnya) dalam meneruskan S3, nanti saya share kalau ketemu :-) ---

Kalau isi hatimu yang paling dalam mendukungmu untuk melanjutkan S3, maka semoga tulisan ini dapat membantu menuju kesana.

Langkah #1 Memperbaiki kemampuan bahasa Inggris
Bagi pelamar program PhD di luar negeri, kemampuan bahasa Inggris sangat penting. Bahkan di negara berbahasa non-English, biasanya program PhD dilakukan dengan bahasa Inggris. Jadi sebaiknya perbaiki kemampuan bahasa Inggris. Ada baiknya juga mengambil tes bahasa Inggris seperti IELTS atau institutional TOEFL untuk mengetahui seberapa mampu kamu, dan berapa gap yang harus dikejar (dibandingkan dengan persyaratan bahasa Inggris di universitas yang ingin dituju).
Langkah #2 Membuat Proposal Riset
Proposal riset sangat penting bagi pelamar program doktoral. Bagi calon supervisor, ini menunjukkan bidang yang ingin ditekuni pelamar dan kemampuan akademik calon pelamar. Proposal ini sangat besar peluangnya untuk menggaet calon supervisor. Untuk itu, sebaiknya curahkan energi yang optimal untuk membuat proposal yang baik, menarik dan up to date. 
Ini contoh tips menulis proposal:



Langkah #3 Mencari Supervisor
Beberapa universitas tidak mensyaratkan calon pelamar S3 untuk memiliki potential supervisor. Namun kebanyakan universitas dan beasiswa mensyaratkannya. Jadi ada baiknya kamu mencari calon supervisor yang bersedia membimbing kamu dalam mengerjakan riset. Bagi yang berprofesi sebagai dosen, atau pernah sekolah di luar negeri, mungkin lebih baik mengontak jejaring kampus atau mantan supervisor. 
Kebetulan saya bukan termasuk kedua kriteria di atas. Jadi yang dulu saya kerjakan adalah mencari ahli atau research center di kampus yang memiliki keahlian yang saya minati, lalu mengirim email dan proposal riset ke calon supervisor yang keahliannya serupa. Well, saya mengontak banyak ahli. Ada beberapa yang membalas, dan mengatakan proposal saya tidak sesuai dengan keahliannya, ada juga yang tidak membalas sama sekali. ---  tidak lupa menambahkan, deraian air mata saat sang ahli menolak lamaran saya :-D ---
Saya beruntung, akhirnya menemukan dua orang ahli (dari negara yang berbeda) yang bersedia menjadi supervisor saya. --- Walaupun akhirnya saya tidak jadi kesana, kami kadang masih saling berkomunikasi ---
Langkah #4 Mencari Beasiswa
Kalau kamu sudah mendapatkan beasiswa YAI (Yayasan Ayah Ibu) :-), langkah selanjutnya adalah mendaftar ke universitas.
Nah, Kalau beasiswa YAI tidak applicable buat kamu, sebaiknya segera mencari dan mendaftar beasiswa lain. Ada beberapa beasiswa dari Indonesia seperti LPDP, DIKTI (BUDI), dll. Namun ada pula beberapa beasiswa dari negara lain yang bisa dikejar, contohnya: 
Australian Awards
New Zealand Scholarships

Japan Scholarship

Sebelum dan setelah keempat langkah itu dilakukan, jangan lupa berdoa kepada Tuhan YME semoga niat tulusnya dikabulkan. Jangan pula lupa mempersiapkan keluarga untuk ikut mendukung niat ini. Untuk hal yang satu ini, tunggu tulisan saya di buku PhD Mama ya.
Semoga sukses. 

Jumat, 03 November 2017

Tips wawancara LPDP

Beberapa orang bertanya pada saya tentang tips wawancara beasiswa, terutama LPDP. Berhubung saya tidak lulus wawancara LPDP, maka saya akan mengumpulkan komentar beberapa teman yang lulus seleksi LPDP dan sedang melanjutkan studi di Victoria, Australia. Semoga bermanfaat:




1. Seorang PhD student di Monash University.
Pertama, yang perlu diperhatikan adalah saat menulis essay. Di essay ini, kita perlu menulis dan menceritakan apa yang benar-benar sudah dan sedang dilakukan. Jadi jangan mengarang indah. Dalam wawancara, saya mulai dengan menjelaskan mengenai riset proposal, dan menjelaskan alasan pemilihan tema riset. Perbincangan kemudian berlanjut dengan persiapan untuk sekolah, termasuk persiapan dalam mengajak keluarga turut serta. Saya juga menjelaskan tentang publikasi yang pernah saya tulis (Red: ini penting untuk pelamar PhD). Waktu wawancara tidak lama, hanya sekitar 10 - 15 menit.
Sebenarnya, sebelum diwawancara, pewawancara sudah membaca berkas-berkas pelamar, jadi saat wawancara, mereka berusaha mencari bukti-bukti yang menguatkan poin-poin yang ada di berkas.
Selain wawancara, seleksi LPDP saat ini menyertakan leaderless group discussion yang juga memberikan kontribusi cukup besar dalam kelulusan pelamar. Ini juga perlu dipersiapkan oleh pelamar.


2.Seorang PhD student di Deakin University.
Berbagai macam tips sepertinya sudah banyak ditulis di internet. Dua tips dari saya:
Pertama adalah kita bisa menyakinkan para pewawancara yang jumlahnya 3 orang, yaitu 2 orang dosen dan 1 orang psikolog. Dulu, untungnya wawancara masih bisa pakai Bahasa Indonesia, karena saya merasa Bahasa Inggris saya kurang. Kalau sekarang, untuk yang LN (luar negeri) wawancaranya harus dengan Bahasa Inggris. Pertanyaan dari pewawancara misalnya: Anda kan PNS, kenapa harus S3? Bukankah S1 saja juga sebenarnya sudah cukup untuk melakukan pekerjaan sehari-hari? Pertanyaan lainnya dan umum misalnya: apa manfaat riset anda untuk Indonesia.
Kedua, kita menunjukkan bahwa kita sudah banyak melakukan persiapan utnuk kuliah. Saya dulupernah ditanya, misalnya: Anda mau S3 tapi belum punya pengalaman publikasi di jurnal mana pun, bagaimana bisa? Untungnya waktu itu pembimbing reseach proposal saya juga mengajak saya untuk berkolaborasi menulis jurnal dan sedang dalam proses review, sehingga bisa dijawab.
3. Karina Hakman, Master by coursework student di Monash University.
Tips dari saya:
- Jujur dalam menjawab. Beasiswa ditujukan untuk mencetak lulusan-lulusan yang bisa berkontribusi. Berbohong atau mereka-reka jawaban hanya akan berujung kepada ketidaklayakan pada saat menjalani beasiswa atau setelahnya, dan jadi tidak berkah.
- Jujur bukan berarti tidak dipersiapkan. Waktu beasiswa Sampoerna Foundation (Red: kontributor mendapatkan beasiswa dari Sampoerna untuk studi S1 di Auckland University, New Zealand), saya membuat hampir 100 pertanyaan yang saya persiapkan jawaban-jawabannya sejujur-jujurnya. Sebagai wujud usaha terbaik dalam berikhtiar.




4. Saya, PhD student di Deakin University. Tidak lulus wawancara LPDP.
Saat saya diwawancara, saya sudah mengantongi LoA (letter of acceptance) dari Unesco IHE. Sayangnya memang, Unesco IHE ini tidak termasuk dalam list LPDP dan penganugerahan gelar PhDnya akan tandem dengan satu universitas di Belanda. Nampaknya bukan itu, alasan kenapa saya ditolak, karena saat itu LPDP memperkenankan pelamar untuk mendaftar setelah dinyatakan lolos seleksi.
Saat wawancara, saya tidak dalam kondisi terbaik. Sering kali saya mengucurkan air mata saat menjawab pertanyaan. Terus terang saja, saat itu saya sangat berharap dapat lulus, karena beberapa bulan sebelumnya gagal lolos seleksi ADS dan akan merasa frustasi kalau tidak mendapat beasiswa disaat saya sudah mendapatkan LoA dari sebuah lembaga ternama.
Sebagai informasi, mendapatkan calon supervisor dan LoA dari sebuah universitas adalah sebuah perjuangan tersendiri mengingat saya tidak punya publikasi dan bukan lulusan universitas di luar negeri.


Kalau mengevaluasi wawancara kedua saya dengan Australia Awards, nampaknya saat itu saya sudah lebih tenang dan berprinsip nothing to lose. Saya menjelaskan proposal riset dan pengalaman kerja saya yang sesuai dengan tema riset yang saya ajukan. Diskusi saat itu mengalir dengan baik, jadi saya seperti seorang ahli junior yang sedang ngobrol dengan ahli senior. Mungkin itu inti dari menghadapi wawancara, pelamar dalam kondisi tenang, dalam kondisi terbaik dan memiliki pemahaman terhadap bidang studi yang akan dipelajarinya nanti. Tapi, jangan khawatir juga untuk menjawab tidak tahu terhadap sebuah pertanyaan yang memang tidak kita ketahui. Toh, tujuan kita mendaftar beasiswa memang untuk mempelajari hal yang belum kita ketahui.




Ok, baru itu saja untuk saat ini. Mudah-mudahan nanti akan ada tips dari awardee lain. Selamat mempersiapkan diri bagi para pelamar.

Meja kerja PhD student yang jauh dari rapih

Senin, 10 April 2017

Tips wawancara Australia Awards

Nampaknya saya perlu membagi pengalaman sebagai orang yang pernah gagal dalam wawancara JST PhD ADS dan akhirnya lolos beasiswa AAS pada tahun berikutnya:
Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang akan mempersiapkan wawancara JST AAS tahun ini.

Hal yang perlu dipersiapkan (selain usia, lulus S1 & S2) adalah kemampuan Bahasa Inggris (saat ini persyaratan untuk PhD nilai IELTS nya 6 ya?) dan proposal riset yang memadai untuk jenjang S3. Satu lagi hal yang tak kalah pentingnya adalah 'mental'.

Menurut saya, alasan saya tidak lolos JST tahun 2013 adalah karena dasar teori saya belum cukup kuat saat itu. Meskipun tema yang saya usung sudah cukup menarik bagi para interviewer, namun saya belum bisa menempatkan ide saya itu ke dalam khazanah ilmu yang sudah ada. Ditambah lagi, saat itu saya benar-benar nervous, sehingga bahkan saat ditanya tentang buku yang pernah saya baca pun.... Judul buku & nama pengarangnya menguap begitu saja.

Pada wawancara JST tahun 2014, saya sudah memperbaiki proposal saya. Saya tidak mengubah tema, namun saya mengubah pendekatan (appoach)nya, dan tidak lupa menempatkan proposal riset saya diantara riset-riset sebelumnya. 

Namun, tahukah anda? Nampaknya poin yang paling penting dalam wawancara ini adalah : Saya sudah lebih menyiapkan mental saya. Saat itu saya berprinsip 'Nothing to lose'.
(Karena saya sudah gagal wawancara tahun sebelumnya & gagal wawancara LPDP,  membuat saya dicap sebagai orang yang selalu gagal wawancara, he he he.) Ok, itu menurut saya.


Setelah saya diterima AAS, saya pernah ngobrol dengan salah satu pewawancara saya, yang kebetulan menjadi pengajar PhD Ext kami selama 2 minggu. Menurutnya, untuk dapat dipanggil wawancara JST, seseorang harus punya topik yang menarik. Jika ada 2 orang yang memiliki topik serupa & sama menariknya, maka akan dilihat siapa yang memiliki IPK & kemampuan bahasa inggris yang lebih tinggi.

Topik yang dianggap menarik adalah topik yang tidak hanya menarik untuk orang Indonesia, tapi juga untuk orang Australia. AAS berharap, topik itu dapat dipelajari di Australia dan dapat diimplementasikan di Indonesia. 
Saya ingat sekali, seorang official AAS yang pernah hadir saat wawancara saya tahun 2013, menunjuk saya di kelas Phd Ext, "saya ingat wawancara kamu tahun lalu tentang sumber daya air. Kami tertarik dengan tema seperti itu, karena itu adalah masalah di Australia dan masalah juga di Indonesia". 

Well, ternyata saat itu saya berada pada topik yang benar, namun masih perlu mengupgrade cara saya mempresentasikan topik itu.
Ok, itu saja dulu. Semoga sharing ini dapat bermanfaat bagi para pemburu beasiswa. Salam.



Rabu, 30 November 2016

Memilih yang halal

HADITS KE ENAM ARBAIN AN NAWAWI
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ   مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ  أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ       [رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.  (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Meskipun dikatakan bahwa halal dan haram sudah jelas, namun pada prakteknya, di jaman globalisasi ini, banyak produk makanan yang tidak diketahui dengan jelas kehalalannya.
Dulu, ketika sebagian besar makanan kita produksi sendiri, kita lebih mudah menjaga kehalalan makanan kita, Tapi saat ini, kita sudah terbiasa membeli produk buatan pabrik, yang sering kali diimport dari negara lain. Untuk itu, standarisasi kehalalan sebuah produk menjadi kebutuhan (bukan kewajiban).
Standarisasi halal biasanya dilakukan melalui sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh lembaga yang terpercaya. Kalau di Indonesia sertifikasi halal hanya di keluarkan MUI, di Australia terdapat beberapa lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal dan semuanya terpercaya. 
Sertifikasi halal memang bukan kewajiban, ia adalah kebutuhan . Maksudnya, kalau saya membeli bakso di pedagang keliling di Indonesia, saya tidak akan menanyakan sertifikasi halal MUI ke tukang bakso. Karena saya berprasangka baik bahwa semua daging sapi yang disembelih di RPH di Indonesia (Pulau Jawa khususnya), dipotong dengan melafazkan Basmallah.
Kalau kemudian muncul beberapa kasus tentang bakso yang dibuat dari daging haram atau produk bersertifikasi halal yang haram, maka itu adalah kasus yang membuat kita lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi sebuah produk. Dan hal itu sebaiknya tidak lantas membuat kita menganggap tidak penting fungsi sertifikasi halal.

Saat ini, ketika saya tinggal di Australia, dimana sebagian besar produk tidak merasa perlu mencantumkan sertifikasi halal, saya berpegang kepada  beberapa langkah berikut:
1. Prioritas pertama, membeli produk bersertifikasi halal
2. Memiliki aplikasi halal check di handphone. Aplikasi ini saya gunakan untuk mengecek bahan-bahan yang terkandung dalam suatu produk. Biasanya sebuah produk akan mencantumkan bahan berawalan E. Misalnya: E100 -  E107 adalah bahan yang masuk kategori halal. Kok repot ya? setiap belanja harus memeriksa ingredient dulu? Ah engga kok, itu hanya untuk pertama kali. Sesudahnya saya akan mengingat produk-produk mana saja yang tidak mengandung ingredient yang haram.
3. Berkomunikasi langsung dengan produsen. Beberapa kali saya menelepon dan mengirim email kepada produsen mengenai status halal produk mereka dan mereka menjawab dengan senang hati. Biasanya saya akan bertanya," Apakah produk anda mengandung konten hewani?" Nah beberapa produsen yang sudah sering mendapatkan pertanyaan tentang ini, kemudian bertanya,"Apakah kamu menanyakan kehalalan produk kami?" Dan komunikasi pun berlanjut.
4. Memilih produk vegetarian atau vegan. Jika logo halal tidak tersedia, saya kemudian lanjut mencari logo vegetarian atau vegan, dengan asumsi bahwa ia tidak akan mengandung alkohol.
5. Sharing informasi dengan sesama teman. Sharing informasi ini menjadi sangat bermanfaat, apalagi jika informasinya didapatkan dari teman yang telah lama tinggal di Australia dan memiliki pengalaman lebih banyak dalam memilih produk halal.

KONDISI DARURAT
Kondisi darurat adalah saat saya terpaksa makan di luar rumah, baik di rumah orang lain atau di restoran. Untuk kondisi seperti ini, prioritas pertama tetap mencari makanan/restoran yang halal. Kalau itu tidak memungkinkan, saya akan berusaha memilih makanan yang cocok untuk vegetarian atau seafood (dengan asumsi bahwa makanan tersebut tidak mengandung alkohol atau tercampur dengan lemak b*bi). Kalau tidak bisa juga, dan ini adalah prioritas terakhir, maka saya akan makan makanan yang ada secukupnya (selain produk yang jelas-jelas haram seperti b*abi dan darah). Hal ini mengacu pada ayat:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Baqarah: 173).

Apa yang saya lakukan, mungkin tidak dapat diseragamkan bagi setiap orang. Namun tentunya kita akan selalu berusaha agar makanan yang kita konsumsi dan kita sajikan untuk anggota keluarga kita adalah makanan yang halal dan thoyib (baik). Jadi jangan lelah untuk menjaga kehalalan makanan kita ya......

Sabtu, 12 November 2016

Berkata baik atau diam

Alkisah di sebuah diskusi ilmiah yang mengedepankan critical thinking, Lamarck dan Darwin berdebat tentang asal muasal mahluk hidup. Yang satu mengusung Theory of Inheritance of Acquired Characteristics, yang satu lagi mendebat dengan Theory of Natural Selection. Mereka berdebat dengan mengedepankan argumen masing-masing yang didasarkan pada riset yang dapat dipertanggungjawabkan.
Debat kemudian berlanjut menjadi chaos ketika kedua kubu tidak menerima pendapat lawan dan saling mencerca.
Kalau kita bertanya pada Sang Pencipta, mungkin Ia akan menjelaskan mana teori yang benar dan mana yang salah. Atau mungkin Ia membenarkan kedua teori untuk konteks yang berbeda. Sayangnya hidup tidak sesederhana itu, tidak ada fasilitas tanya jawab langsung antara mahluk dan Pencipta.
Perbedaan pendapat berdasarkan penafsiran yang berbeda terhadap satu masalah tentu saja diperkenankan. Yang tidak elok adalah ketika perbedaan pendapat itu menjadi ajang untuk saling menjatuhkan dan menyakiti orang lain dengan lisan atau tulisan yang tidak pada tempatnya. Karena lisan (atau saat ini lebih seringnya tulisan) yang tajam , laksana sembilu yang mengiris hati.
Pada debat yang terjadi saat ini, bolehlah tiap kubu saling mengedepankan argumen dengan analisa yang cermat dan landasan yang tepat. Namun para komentator juga perlu memilih kalimat yang tepat agar tidak mengundang emosi pihak lain.
Nampaknya, sekarang adalah masa yang tepat untuk mengamalkan hadits arbain ke 15," Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam".

Rabu, 21 September 2016

Persiapan budget untuk perjalanan di London

Triumphal Arch di Marble Arch

Budget utama yang saya habiskan dalam seminggu di London:
Tiket pesawat Malaysia Airlines    AUD 812,7     (MH sedang diskon 40 % saat itu)
Aplikasi Visa                                  AUD 174
Akomodasi                                      GBP 340
Oyster card                                      GBP   47.6
Tour Warwick                                  GBP   86
Makan @15                                     GBP 105
SIM card dengan 10 GB internet     GBP  30

Transportasi

Saya menyarankan untuk menggunakan bis dan kereta bawah tanah untuk perjalanan di dalam kota London. Cara pembayaran moda transportasi, sebaiknya menggunakan kartu Oyster yang dapat dibeli di bandara. Pembayaran dengan kartu ini, membuat kita hanya perlu membayar tarif tertentu, sebanyak apapun kita menggunakan bis atau kereta dalam sehari.
Misalnya, dalam sehari, seorang dewasa hanya dikenai biaya 6.5 pound untuk perjalanan tak terbatas pada zona 1 (sebagian besar tujuan wisata ada pada zona ini).
Tarif perjalanan orang dewasa dapat dilihat disini: http://content.tfl.gov.uk/adult-fares.pdf
Saya sendiri menghabiskan uang 47.6 pound untuk perjalanan 7 hari di dalam kota, termasuk 2 kali ke airport dan sekali ke London Utara.
Pemilihan lokasi akomodasi juga dapat menghemat biaya dan waktu transportasi. Saya memilih lokasi akomodasi di Earl's Court yang masih berada di zona 1.

Makan


Harga satu piring menu makanan, misalnya nasi biryani atau paket fast food di luar CBD London berkisar antara 5 - 7.5 pound. Untuk menu sandwich, harganya berkisar antar 2 - 4 pound.
Saya biasanya mengganjal perut dengan sandwich saat sarapan dan makan siang (mengikuti gaya British), lalu makan malam dengan menu nasi di dekat hotel.

Nasi biryani + bayam GBP 6.5 di Earl's Court
Selain restoran andalan seperti McD, KFC, Subway, Pizza Hut dll, beberapa supermarket (di bawah ini) bisa jadi alternatif untuk makan siang. Untuk pilihan halal, ada beberapa sandwich dengan label halal, atau pilih menu vegetarian atau seafood.
1. Sainsbury https://stores.sainsburys.co.uk/
2. Tesco http://www.tesco.com/store-locator/uk/

Jaringan cafe yang tersebar di Kota London juga bisa menjadi pilihan makan siang. tapi harganya relatif lebih mahal daripada supermarket.
1. Pret a Manger https://www.pret.com/en-us
2. Costa http://www.costa.co.uk/
3. Cafe Nero http://www.caffenero.co.uk/default.aspx

Akomodasi


Kamar hotel di The Paramount
Pilihan akomodasi sangat bergantung pada budget, preference dan waktu pemesanan.
1. Pesan jauh-jauh hari
Saran saya, pesan lah akomodasi dari jauh-jauh hari, supaya mendapatkan harga lebih murah. Pilihan ini resikonya uang tak akan kembali jika kita batal menginap. Eh, sebenarnya di jaringan booking sekarang banyak juga yang menawarkan pembatalan gratis di seminggu sebelum keberangkatan. Tapi biasanya penginapan yang seperti ini adalah penginapan yang sepi pengunjung.

2. Pesan melalui web akomodasi
Untuk mendapatkan harga yang hemat, sempatkan waktu untuk membandingkan harga kamar yang ingin dipilih di beberapa web seperti Agoda, booking.com, trivago, dll, atau air bnb (bagi yang suka tinggal di rumah tinggal), atau travelodge (bagi solo traveler yang memilih ensuite room). Jangan ragu untuk memilih harga yang lebih murah.

3. Perhatikan review hotel yang akan dipilih
Di web pencarian hotel, terdapat review dari para pengunjung hotel. Review ini sangat bermanfaat untuk mendapatkan informasi tentang hotel yang akan dipilih dan menyesuaikan dengan preferensi kita sendiri. Kadang-kadang ada hotel yang akan kita pilih karena harganya murah, tapi reviewnya agak rendah. Dengan membaca review, kita akan tahu, apakah review negatif tentang hotel masih dapat kita tolerir atau tidak.

Pilihan saya sampai di The Paramount Hotel di Earl's Court. Saya memesan kamar sebulan sebelum keberangkatan dengan tarif 340 pound untuk seminggu, Kamarnya sangat nyaman, berada di basement dengan kamar mandi di dalam dengan tambahan fasilitas pemanas air, tv, hair dryer dan setrika. Fasilitas yang terakhir ini sangat jarang disediakan di sebuah kamar hotel. Hal yang kurang menyenangkan dari hotel ini adalah tidak ada lift, jadi saya harus mengangkat koper sendirian dari kamar ke lobi.
Tapi, hotel budget dengan lift jarang ada di London, jadi ya, bersiap-siap saja.

Senin, 19 September 2016

Mengunjungi Warwick Castle, Stratford-upon-Avon dan Oxford


Di artikel sebelumnya, saya menyarankan transportasi publik untuk mengelilingi pusat kota London. Disini, setelah membandingkan tiket kereta dan bus ke Oxford, saya memutuskan, untuk menggunakan tour ke tiga lokasi wisata di luar kota. Dengan kunjungan ke tiga lokasi wisata di luar kota, pilihan ini jadi lebih hemat, termasuk tiket lokasi wisata dan makan siang (non nasi!) pula.

Kalau melihat tour sehari yang ditawarkan agen wisata, sebenarnya banyak sekali kunjungan wisata di luar kota. Salah satu yang paling terkenal adalah Stonehenge. Tapi, dua orang teman Indonesia mengatakan, "ah, cuma gitu aja", maksudnya, cuma batu ditumpuk, ngga ada pemandangan lain, ha ha ha. Yah, daripada sudah berjalan jauh-jauh lalu kecewa, akhirnya saya memilih tour yang pergi ke Warwick Castle, Stratford-upon-Avon dan Oxford university.

Ada beberapa tour yang menawarkan tujuan wisata ini. Saya pilih Golden tour, karena ia yang bisa dibook untuk keberangkatan hari berikutnya. Tour ini cukup ok lah, tapi jangan berharap banyak, karena jumlah peserta tour 1 bus lebih dari 50 orang!
Golden tour:
https://www.goldentours.com/warwick-castle-tours?gclid=Cj0KEQjw9vi-BRCx1_GZgN7N4voBEiQAaACKVle4IqFLrPkMp-YwIP5VITb2ST8eUIfj5U8oZm2_EuoaAtlT8P8HAQ

Evan evans tour, lebih murah 1 pound:
https://evanevanstours.com/sightseeing-tours/day-tours-from-london/warwick-castle-stratford-oxford-the-cotswolds/,

Warwick Castle
Buat pencinta sejarah, lokasi ini akan sangat menarik karena merupakan saksi sejarah dari pergantian kekuasaan di Warwick, Kalau saya, hanya mengagumi arsitektur bangunan dan membayangkan masa kejayaan di masa lalu.

Warwick Castle
Kastil ini berada di tepi sungai Avon, dimana dulunya sebagian aliran sungai diarahkan juga ke depan kastil, seperti yang sering kita lihat di film-film, dipenuhi dengan buaya. Tapi sekarang aliran yang ke depan kastil ditutup, meninggalkan jejak seperti gambar di bawah ini. Ternyata tidak terlalu dalam ya?
(Dulu) Sungai kecil mengelilingi kastil
Sampai saat ini, aliran sungai di belakang kastil masih digunakan untuk menggerakkan kincir air.


Sungai yang mengalir di belakang kastil
Ngga kemana-mana, ternyata yang jadi perhatian pertama saya adalah aliran air, he he he.Ok, lanjut ke arsitektur bangunan yang kokok banget, walaupun sudah sempat hancur, terbakar, tapi bisa dibangun kembali. Berikut ini adalah beberapa foto bangunan utama kastil dilihat dari dalam benteng, dan foto bagian dalam kastil.
Warwick castle main building
Main entrance
Benteng

Someone was sleeping here
Inside the Warwick castle
























Stratford-upon-Avon 

Kota yang satu ini menjadi terkenal karena merupakan kota kelahiran the famous William Shakespeare. 
Saya bukan pencinta Shakespeare, tapi bagi saya, kota ini jadi menarik karena banyak bangunan tua dengan arsitektur tradisional Inggris. Disepanjang jalan dari dan menuju Stratford, saya menemukan banyak desa-desa Inggris yang mengingatkan saya pada cerita-cerita yang ditulis Enid Blyton dalam buku-bukunya: Lima Sekawan, Malory Towers, Gadis paling badung di sekolah, dan masih banyak lagi. Buku-buku Enid Blyton mengisi dan menceriakan masa kecil saya. Jadi berada di desa Inggris mengingatkan saya kembali ke cerita-cerita itu.

Desa wsata di Stratford

The old village
Ternyata ada cerita menarik tentang Shakespeare yang baru saya tahu dari pemandu wisata. Pertama, tanggal kelahirannya tidak jelas, karena pada masa itu tidak ada akte kelahiran. Kedua, tidak ada bukti jelas bahwa Shakespeare menyelesaikan pendidikan formal. Karena alasan itu, ada yang mencurigai bahwa karya-karya yang diakui sebagai ciptaan Shakespeare, sebenarnya bukan cipataannya. Ia hanya menerbitkan buku-buku itu, karena ia adalah businessman yang sukses dan memiliki kekuasaan untuk menerbitkan buku-buku itu. Well, informasi itu juga belum jelas kebenarannya sih....
Patung Shakespeare di kelilingi 4 tokoh ciptaannya
Oxford 

Kota Oxford identik dengan Oxford University yang merupakan universitas tertua di English speaking countries, menurut pemandu wisata. ya, buat yang berniat melanjutkan studi ke Oxford, berikut ini foto-fotonya. Buat saya, masanya sudah lewat...

Salah satu jalan di Oxford, sukaaa banget sama tanaman rambatnya
Ini bangunan library kalo ngga salah
One of the College, Brasenose College
Inside Brasenose College